Sabtu, 06 Desember 2014

MACAM MACAM HUKUM DALAM ISLAM

Hukum dalam islam dikategorikan menjadi 5 (Lima), namun sebelum itu akan kami bahas terlebih dahulu tentang “tujuan hukum islam” serta “dasar-dasar hukum islam”
Tujuan Hukum Islam
Adalah aturan yang dijalankan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat dengan mengambil segala manfaat dan mencegah mudarat atau keburukan yang tidak berguna bagi kehidupan.
Dasar-Dasar Hukum Islam
  • Al qur’an
Kitab suci yang diturunkan kepada ummat muslim sebagai petunjuk dasar utama dalam menjalankan perintah dan larangan dalam menjalani kehidupan.
  • Al hadis
Segala sesuatu yg bersandarkan dari perintah, perilaku dan persetujuan Nabi Muhammad saw, sebagai penyempurna dari hukum yang terdapat dari Al qur’an.
  • Ijma’ para ulama
Kesepakatan para ulama dalam menentukan kesimpulan dari suatu hukum yang berlandaskan dari Al Qur’an dan hadist.
  • Qiyas
menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama
  • Ijtihad
usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang
1.     Macam-Macam Hukum Dalam Islam
1. Wajib (Fardlu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Contoh : solat lima waktu, pergi haji (jika telah mampu), membayar zakat, dan lain-lain.
Wajib terdiri atas dua jenis/macam :
– Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf seperti sholah fardu, puasa ramadan, zakat, haji bila telah mampu dan lain-lain.
– Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti mengurus jenazah.
2. Sunnah/Sunnat
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Contoh : sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud, memelihara jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis/macam:
– Sunah Mu’akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih.
– Sunat Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.
3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana TIDAK BOLEH sama sekali dilakukan oleh umat muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di neraka kelak. Contohnya : main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua, riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT. Contoh : posisi makan minum berdiri.
5. Mubah (Boleh)
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Contoh : makan dan minum, belanja, bercanda, melamun, dan lain sebagainya.

2.     SHAHEH

              Shaheh (syah) adalah sesuatu perbuatan apabila telah mencukupi syarat dan rukunnya.
Segala perbuatan manusia hendaklah selalu dijalankan menurut syarat dan rukunnya, agar supaya perbuatannya dihukumi syah, artinya sudah menurut hukum.

3.     BATHAL

            Bathal adalah sesuatu yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Artinya sesuatu tadi dihukumi belum sempurna karena tidak mencukupi syarat dan rukunnya, menjadilah hukumnya sesuatu tadi bathal, artinya tidak syah atau tidak jadi.
Contoh:Perkawinan yang tidak memakai wali hukumnya bathal (tidak syah) sebab wali termasuk rukun nikah.

4.     FASID

            Fasid adalah sesuatu yang melanggar pantangan syara’.
misalnya diwaktu ihram haji orang melakukan perkawinan ini hukumnya fasid ya’ni rusak alias tidak syah perkawinanya. Jual beli yang melanggar syara’ juga dihukumi fasid yang berarti tidak syah juga.

5.     AZIMAH

            Azimah adalah sesuatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang mukallaf dengan mutlak sepanjang masa. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah orang islam yang sudah baligh dan berakal sehat.
contoh azimah misalnya shalat, puasa, dan sebagainya.

6.     RUKHSHAH

            Rukhshah adalah suatu kemurahan sebagai pengganti keharusan karena ada sesuatu sebab dan berlaku didalam saat yang tertentu pula.
contoh:Orang boleh menjalankan tayammum sebagai pengganti wudhu apabila terdapat sebab misalnya tidak ada air, apabila sudah ada air tidak diperbolehkan menjalankan tayammum.

7.     RUKUN

            Rukun adalah perkara-perkara yang menyebabkan syahnya suatu perbuatan sedangkan perkara itu termasuk lingkungan perbuatan tersebut.
contoh:Membasuh muka itu termasuk rukunnya wudhu, artinya wudhu itu di anggap syah apabila disertai dengan membasuh muka, dan membasuh muka itu termasuk rangkaian perbuatan wudhu.

8.     SYARAT

            Syarat adalah perkara-perkara yang menyebabkan syahnya suatu perbuatan sedangkan perkara itu tidak termasuk perbuatan tersebut. Artinya berada diluar perbuatan tersebut.
contoh:Wudhu itu menjadi syarat-syarat sholat , artinya sholat yang tidak disertai wudhu maka sholat itu tidak syah, tetapi wudhu tidak termasuk perbuatan sholat, wudhu adalah wudhu, sholat adalah sholat.
contoh lain: Menghadap kiblat itu adalah menjadi syaratnya sholat, artinya sholat yang tidak menghadap kiblat adalah tidak syah, tetapi menghadap kiblat tidak termasuk perbuatan sholat.


SUMBER : http://poltek-muadz.blogspot.com/
                  http://tafsiralquran2.wordpress.com/2012/11/13/jenis-hukum-dalam-islam/

Perbedaan Al-Qur’an dengan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya



Perbedaan Al-Qur’an dengan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya
                   A. Macam-Macam Kitab Allah
Sebagai makhluk Allah SWT yang beriman, umat Islam di seluruh penjuru dunia wajib percaya kepada kitab-kitab Allah SWT, sebagaimana yang tersebut dalam rukun iman yang ketiga. Kitab-kitab Allah tersebut diturunkan kepada beberapa Nabi-Nya, yang menjelaskan tentang perintah, larangan, serta janji dan amanah-Nya. Kitab-kitab Allah yang wajib kita percayai ada empat, yaitu:
  1. Kitab Taurat, Kitab ini diturunkan kepada Nabi Musa as. Berisi hukum-hukum syari’at dan akidah yang benar serta diridai oleh Allah SWT.
  2. Kitab Zabur, Kitab ini diturunkan kepada Nabi Daud as. Berisi doa-doa, dzikir, nasihat, dan hikmah-hikmah, tidak ada di dalamnya hukum syariat, karena Nabi Daud diperintahkan oleh Allah untuk mengikuti syari’at Nabi Musa as.
  3. Kitab Injil, Kitab ini diturunkan kepada Nabi Isa as. Berisi seruan kepada manusia agar bertauhid kepada Allah, kitab ini juga menghapus sebagian hukum-hukum yang terdapat dalam kitab-kitab Taurat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya.
  4. Kitab Al-Qur’an, Kitab yang terakhir ini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berisi syariat yang menghapus sebagian kitab-kitab yang terdahulu, yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, dan juga melengkapinya dengan hal-hal yang sesuai dengan zamannya.
Al-Qur’an menurut pengertian ilmu Tauhid ialah kalam atau firman Allah yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan menurut pengertian ilmu Ushul Fikih ialah kalam atau firman Allah yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW, dibaca dan dikenal orang banyak (Kahar Masyur, 1992: 2).
Syeikh Said Abdul Azhim (2006: 20) menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang dibawa turun oleh Ruhul Amin (malaikat Jibril) ke dalam hati Rasulullah SAW, agar dia menjadi salah seorang pemberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas. Ia merupakan kitab suci, ajarannya sesuai setiap zaman dan tempat, mencerdaskan akal, menyejukkan hati serta memberi petunjuk kepada yang lebih lurus dalam semua lini kehidupan.
Kitab-kitab tersebut bukanlah buatan seorang makhluk, maksudnya adalah kitab tersebut bukan karangan Nabi/Rasul, tetapi benar-benar berasal dari Allah SWT. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Dan Tuhan Allah menurunkan kitab-kitab beserta mereka (para Nabi) dengan sebenarnya, supaya kitab itu memberi keputusan antara manusia di dalam hal yang mereka perselisihkan” (Al-Baqarah: 213).
                   B. Perbedaan Al-Qur’an Dengan Kitab-Kitab Sebelumnya
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT yang diturunkan terakhir tentu mempunyai banyak perbedaan dengan kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat, Zabur, dan Injil), kedudukannya ini menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab yang paling istimewa diantara yang lainnya. Apabila kitab-kitab suci sebelumnya hanya ditujukan kepada suatu kaum pada zaman dahulu untuk menjalankan perintah Allah pada masa tersebut, Al-Qur’an ditujukan untuk seluruh umat agar dijadikan pedoman sampai akhir zaman.
Contohnya kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as adalah suatu petunjuk dari Allah untuk umat Nabi Musa as pada waktu itu, demikian juga dengan kitab Zabur dan Injil hanya untuk kaum Nabi Daud as dan Nabi Isa as. Berbeda dengan Al-Qur’an yang diturunkan bukan hanya untuk kaum Quraisy atau bangsa Arab saja, tetapi kitab ini diturunkan Allah untuk seluruh umat manusia dari zaman ke zaman, itu artinya Al-Qur’an lebih bersifat universal.
Allah SWT telah menegaskan bahwa kitab Al-Qur’an akan selalu terjaga dari segala keburukan, termasuk di dalamnya adalah keaslian isi Al-Qur’an. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji” (Fushshilat: 42).
Itu artinya sebagai kitab terakhir yang menyempurnakan kitab-kitab suci sebelumnya, Al-Qur’an dijamin keasliannya oleh Allah SWT. Sedangkan kitab-kitab sebelumya tidak ada jaminan dari Allah atas keasliannya. Pada saat ini, isi kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an telah mengalami banyak perubahan, hanya Al-Qur’an lah yang tidak akan mengalami perubahan isi sampai kapan pun.
Al-Qur’an sampai saat ini tetap berisi wahyu-wahyu Allah, tidak ada di dalamnya perkataan-perkataan manusia. Sedangkan kitab-kitab sebelumya telah mengalami banyak perubahan dari segi isi. Contohnya, kitab Taurat telah ditemukan sebagian tanda di dalamnya tidak menyebutkan surga, neraka, keadaan hari kebangkitan, makhluk akan dikumpulkan, dan balasan. Padahal hal tersebut termasuk masalah penting yang disebutkan dalam kitab suci Illahi.
Contoh berikutnya adalah kitab Injil yang beredar sekarang terdapat empat naskah yang disusun oleh empat orang, mereka adalah Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Dan sebagian mereka tidak menjumpai Nabi Isa Al-Masih sama sekali, sebagaimana keterangan dalam kitab terjemah Jawahir Kalamiyah (hlm. 32). Al-Qur’an telah dibuktikan oleh sejarah bahwa ia orisinil atau asli hanya berisi wahyu Allah.
Allah Mahabijaksana, tidak akan pernah melakukan perbuatan sia-sia. Dia Maha Terpuji, semua perbuatan-Nya patut dipuji. Al-Qur’an yang diturunkan dengan kondisi seperti ini, masa depannya sudah diperhitungkan oleh-Nya dan akan tetap terjaga untuk selamanya (M. Hadi Ma’rifat, 2007: 241)
Bagi kitab-kitab sebelumnya, tidak ada anjuran untuk melestarikan sebuah kitab dengan cara dihafal. Dr.Fahd (1997: 93) menjelaskan bahwa kitab Injil dan Taurat, bagi yang mengimaninya tidak diperintahkan untuk menghafalnya, hanya cukup dibaca saja, kecuali terhadap beberapa gelintir orang. Tentu berbeda jauh dengan Al-Qur’an yang dibaca dan dihafalkan oleh umat manusia dari masa ke masa sampai saat ini. Hal ini dilakukan umat islam untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an secara mutawatir. Dan hal tersebut juga berhubungan dengan keaslian isi kitab, semakin banyak umat yang menghafal semakin terjaga pula keaslihan isi kitab lewat lisan.
Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu akan datang sebagi pemberi syafaat bagi yang membacanya nanti di hari kiamat. Bacalah surah Al-Baqarah dan Ali Imran, bacalah Az-Zahrawain, karena sesungguhnya pada hari kiamat keduanya akan menjadi dua gumpal awan atau dua rombongan burung yang berbaris-baris dan menaungi orang-orang yang membacanya” (HR. Muslim).
“Sesungguhnya manusia yang di dalam hatinya tidak ada sedikit pun Al-Qur’an adalah laksana rumah yang hancur” (HR. Tirmidzi dan Ad-Darimi).
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan kebaikan itu dengan sepuluh kelipatan. Aku tidak mengatakan alif lam min satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HR. Tirmidzi).
Ketiga hadist tersebut cukup untuk digunakan umat muslim dari masa ke masa sebagai alasan untuk tetap terus membaca dan berusaha menghafal ayat-ayat Allah SWT di dalam Al-Qur’an.
Perbedaan selanjutnya, jika kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa yang telah mati sejak beberapa abad yang lalu, maksudnya adalah tidak ada orang yang bercakap-cakap dalam bahasa tersebut pada masa kini. Maka berbeda dengan Al-Qur’an yang bahasanya pada masa kini masih digunakan.
Kitab Taurat diturunkan Allah kepada Nabi Musa as dengan bahasa Ibrani, kitab Zabur diberikan kepada Nabi Daud as berbahasa Qibti, kitab Injil diturunkan Allah kepada Nabi Isa as dengan bahasa Aranik atau Suriani. Sedangkan Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW berbahasa Arab, dan saat ini masih menjadi standar bahasa Arab modern.
Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab yang diturunkan Allah sebagai mukjizat untuk Nabi Muhammad SAW, sedangkan kitab-kitab lain diturunkan tidak sebagai sebuah mukjizat, hanya sebuah petunjuk untuk suatu umat.
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)” (Al-Baqarah: 185).
Peranan Nabi Muhammad dipersiapkan bertahap oleh Allah, dimana Jibril berulang kali hadir untuk memperkenalkan diri kepadanya. Malaikat Jibril pertama kali muncul di depan Nabi Muhammad saat berada di Gua Hira, Malaikat Jibril meminta Nabi untuk membaca, namun Nabi mengatakan tidak tahu.  Malaikat mengulangi permintaannya sampai tiga kali dan Nabi hanya menjawab dalam keadaan serba bingung dan ketakutan sebelum mengetahui kenabian yang tak terduga saat pertama kali mendengar Al-Qur’an surah Al-Alaq: 1-5,
 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam”.
Sebagai seorang Arab, tentu Nabi paham mengenai susunan ekspresi syair dan prosa, akan tetapi tak terlintas sama sekali dalam pikiran beliau tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang beliau terima. Sesuatu yang tak pernah terdengar sebelumnya serta susunan kata-kata yang tak ada bandingannya. Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang pertama Nabi Muhammad terima.
                   C. Posisi Al-Qur’an di Antara Kitab-Kitab Sebelumnya
Sebagai kitab terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi terakhir (khataman nabiyyin), Al-Qur’an memiliki beberapa keistimewaan:
  • Menjaga kitab-kitab sebelumnya (al-Muhaimin).
“Dan Kami turunkan kepadamu kitab dengan kebenaran, membenarkan apa yang ada sebelumnya di antara kitab-kitab suci, dan sebagai penjaga terhadap itu” (QS. Al-Maidah: 48).
  • Menjadi hakim terhadap apa yang diperselisihkan oleh manusia.
Al-Qur’an, selain membenarkan kandungan kitab-kitab suci terdahulu, juga menyalahkan beberapa doktrin yang terdapat di dalamnya. Karena kitab-kitab yang asal mulanya dari Allah, telah mengalami perubahan makna dan posisi oleh pemuka-pemuka Bani Israil. Jadi, kebenaran yang termuat  telah bercampur dengan kesalahan akibat perubahan yang dilakukan manusia.
  • Menghapus syariat kitab-kitab sebelumnya.
“Kami menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu” (QS. An-Nahl: 89).
“Dan, bila Kami (Tuhan) mengubah suatu ayat (pekabaran) sebagai pengganti ayat (pekabaran) yang lain, dan Allah Yang Maha Mengetahui akan apa yang Ia turunkan, mereka berkata, “Engkau itu hanya membuat-buat saja. Bahkan, kebanyakan mereka tiada mengetahui” (QS. An-Nahl: 101).
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus” (QS. Al-Isra’: 9).
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya pasti kami datangkan yang lebih baik daripada itu atau yang sama dengan itu” (QS. Al-Baqarah: 106).
Al-Qur’an telah me-nasakh hukum kitab-kitab suci sebelumnya. Syariat yang dibawa oleh kitab sebelumnya hanya bersifat terbatas regional (lokalitas sempit) dan untuk bangsa tertentu. Sedangkan Al-Qur’an yang disampaikan Nabi Muhammad SAW berlaku universal dan tidak terbatas ruang. Jadi, syariat Nabi-Nabi sebelumnya dihapus oleh Al-Qur’an yang semuanya telah terserap di dalamnya.
                   D. Tujuan Turunnya Al-Qur’an
M. Quraisy Shihab (Drs. H. Ahmad Izzan, 2009: 53) menyebutkan beberapa tujuan diturunkannya Al-Qur’an sebagai berikut,
  1. Membersihkan dan menyucikan jiwa dari segala  bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan semesta alam.
  2. Mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia merupakan umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
  3. Menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan hanya antar suku atau bangsa, melainkan kesatuan alam semesta, kehidupan dunia dan akhirat, natural dan supranatural, kesatuan ilmu, iman, kebenaran, yang semuanya berada di bawah satu keesaan, yaitu keesaan Allah.
  4. Mengajak berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah mufakat yang dipimpim oleh hikmah kebijaksanaan.
  5. Membasmi kemiskinan material dan spriritual, kebodohan, penyakit dan penderitaan hidup, serta pemerasan manusia atas manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan agama.
  6. Memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat.
  7. Memberikan jalan tengah yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
  8. Memberikan peranan ilmu dan teknologi guna menciptakan peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan cahaya Ilahi. 
SUMBER :

https://www.academia.edu/8057529/Perbedaan_Al-Quran_dengan_Kitab


ASAL USUL MANUSIA MENURUT AL-QUR'AN

Asal usul manusia menurut pandangan agama Islam sangat bertentangan dengan apa yang telah dikemukakan oleh para pencetus dan pendukung teori evolusi. Charles Darwin sebagai pencetus teori evolusi berpendapat bahwa mahluk hidup termasuk juga manusia, adalah berasal dari evolusi atau perubahan-perubahan mahluk sebelumnya yang memiliki kemampuan sederhana. Perubahan-perubahan tersebut membuat kemampuan manusia menjadi lebih sempurna. Pendapat ini ditunjang oleh ditemukannya beberapa fakta ilmiah seperti fosil dari manusia purba seperti Meghanthropus dan Pitheccanthropus di berbagai daerah.
Di sisi lain, hampir dari semua agama di dunia menentang pendapat ini. Penentangan itu terjadi karena pemikiran mereka didasarkan pada berita-berita dan informasi dalam kitab sucinya masing-masing. Salah satu dari kitab suci tersebut adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam menyebutkan beberapa proses kejadian manusia yang lebih rinci dan jelas.

3 Kejadian dan Asal-Usul Manusia Menurut Islam

Al-Quran menjelaskan beberapa tahapan dalam proses kejadian dan asal-usul manusia secara rinci. Ketiga tahapan tersebut antara lain kejadian dan asal usul manusia pertama, kedua, dan ketiga. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut.

1. Kejadian dan Asal-usul Manusia Pertama

Kejadian dan asal-usul manusia pertama yang berarti pula proses penciptaan Adam diawali oleh pembentukan fisik dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering yang kemudian ditupkan ruh ke dalamnya sehingga ia hidup. Keterangan tersebut sesuai dengan hadis riwayat Tirmidzi, dimana Nabi SAW bersabda:
             "Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bagian bumi, maka anak cucu Adampun seperti itu, sebagian ada yang baik dan buruk, ada yang mudah (lembut) dan kasar dan sebagainya."

2. Kejadian dan Asal-usul Manusia Kedua

Alloh menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia, Adam yang diciptakan hendak dipasangkan oleh Alloh dengan lawan jenisnya yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, yaitu Siti Hawa. Keterangan tersebut sesuai dengan firman Alloh QS. An-Nisa, ayat 1 berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
 “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

3. Kejadian dan Asal-usul Manusia Ketiga

Kejadian dan asal usul manusia ketiga terkait  dengan proses kejadian seluruh umat keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa (Kecuali Isa, AS.) proses kejadian manusia yang disebutkan dalam Al-Qur,an ternyata setelah dewasa ini dapat dipertanggung jawabkan secara medis. Dalam Al-Qur’an, asal-usul manusia secara biologi dijelaskan dalam Surat Al-Mu’minuun : 12-14 berikut ini:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤) ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (١٥)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ (١٦

               "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun : 12-14).
               Dari ketiga asal-usul penciptaan manusia menurut agama Islam di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, islam memandang manusia secara substantif terbagi ke dalam 2 hal, yaitu substansi materi (badan) dan substansi immateri (jiwa). 

SUMBER : http://kisahasalusul.blogspot.com/2014/07/asal-usul-manusia-menurut-agama-islam.html
                  http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-muminun-ayat-12-22.html
                  http://mtf-online.com/surah-nisa-ayat-1-6-seri-tadabbur-al-quran/#.VINX-2eJuC0